Saturday, November 27, 2010

MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE

A. Hakikat Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share
Think Pair Share dikembangkan oleh Frank Lyman et.al, dari Universitas Maryland pada tahun 1985 (Pramawati,2005). Think Pair Share berkembang dari penelitian belajar kooperatif dan waktu tunggu (Trianto, 2007). Arends (dalam Trianto, 2007) menyatakan bahwa Think Pair Share merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas. Dengan asumsi bahwa semua resitasi atau diskusi membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas secara keseluruhan, dan prosedur yang digunakan dalam Think Pair Share dapat memberi siswa lebih banyak waktu berpikir, untuk merespon dan saling membantu. Hal tersebut juga dijelaskan Pramawati (2005), bahwa Think Pair Share adalah sebuah alur diskusi dimana siswa selalu memiliki waktu lebih banyak untuk berpikir dalam merespon suatu pertanyaan. Melalui kegiatan diskusi ini, siswa diharapkan mampu saling
membantu satu sama lainnya, sehingga menghasilkan efek positif terhadap peningkatan respon siswa. Guru hanya melengkapi penyajian singkat atau membaca tugas, atau situasi yang menjadi tanda tanya. Guru menginginkan siswa mempertimbangkan lebih banyak apa yang dijelaskan dan dialami. Guru memilih menggunakan Think Pair Share untuk membandingkan tanya jawab kelompok secara keseluruhan. Dalam pembelajaran Think Pair Share, siswa secara tidak langsung dididik untuk berlatih berbicara di depan umum yaitu dengan jalan siswa mengutarakan idea tau pendapat dengan pasangannya (Kagan dalam Pramawati, 2005).

B. Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share
Keunggulan dari Think Pair Share adalah mampu mengoptimalkan partisipasi siswa. Dengan penerapan metode klasikal hanya memungkinkan satu siswa maju dan membagikan hasilnya untuk seluruh kelas, tetapi Think Pair Share memberikan kesempatan lebih banyak kepada setiap siswa untuk dikenali dan menunjukkan partisipasi mereka kepada orang lain. Di samping itu Think Pair Share juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dengan orang lain. Strategi ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik (Lie dalam Pramawati, 2005).
Selanjutnya dalam artikel Arif Fadholi Wahid Assyafi'I (2009), dijelaskan kekurangan dan kelebihan TPS (Think-Pair-Share) sebagai berikut :
Kelebihan TPS :
 Memberi siswa waktu lebih banyak untuk berfikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain.
 Meningkatkan partisipasi akan cocok untuk tugas sederhana.
 Lebih banyak kesempatan untuk konstribusi masing-masing anggota kelompok.
 Interaksi lebih mudah.
 Lebih mudah dan cepat membentuk kelompoknya.
 Seorang siswa juga dapat belajar dari siswa lain serta saling menyampaikan idenya untuk didiskusikan sebelum disampaikan di depan kelas.
 Dapat memperbaiki rasa percaya diri dan semua siswa diberi kesempatan untuk
berpartisipasi dalam kelas.
 Siswa dapat mengembangkan keterampilan berfikir dan menjawab dalam komunikasi antara satu dengan yang lain, serta bekerja saling membantu dalam kelompok kecil.
 Siswa secara langsung dapat memecahkan masalah, memahami suatu materi secara berkelompok dan saling membantu antara satu dengan yang lainnya, membuat kesimpulan (diskusi*j9 serta mempresentasikan di depan kelas sebagai salah satu langkah evaluasi terhadap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan.
 Memungkinkan siswa untuk merumuskan dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai materi yang diarkan karena secara tidak langsung memperoleh contoh pertanyaan yang diajukan oleh guru, serta memperoleh kesempatan untuk memikirkan materi yang diajarkan.
 Siswa akan terlatih menerapkan konsep karena bertukar pendapat dan pemikiran dengan temannya untuk mendapatkan kesepakatan dalam memecahkan masalah.
 Siswa lebih aktif dalam pembelajaran karena menyelesaikan tugasnya dalam kelompok, dimana tiap kelompok hanya terdiri dari 2 orang.
 Siswa memperoleh kesempatan untuk mempersentasikan hasil diskusinya dengan seluruh siswa sehingga ide yang ada menyebar.
 Memungkinkan guru untuk lebih banyak memantau siswa dalam proses pembelajaran.
 Meningkatkan pencurahan waktu pada tugas. Penggunaan metode pembelajaran TPS menuntut siswa menggunakan waktunya untuk mengerjakan tugas-tugas atau permasalahan yang diberikan oleh guru di awal pertemuan sehingga diharapkan siswa mampu memahami materi dengan baik sebelum guru menyampaikannya pada pertemuan selanjutnya.
 Memperbaiki kehadiran. Tugas yang diberikan oleh guru pada setiap pertemuan selain untuk melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran juga dimaksudkan agar siswa dapat selalu berusaha hadir pada setiap pertemuan. Sebab bagi siswa yang sekali tidak hadir maka siswa tersebut tidak mengerjakan tugas dan hal ini akan mempengaruhi hasil belajar mereka.
 Angka putus sekolah berkurang. Model pembelajaran TPS diharapkan dapat memotivasi siswa dalam pembelajaran sehingga hasil belajar siswa dapat lebih baik daripada pembelajaran dengan model konvensional.
 Sikap apatis berkurang. Sebelum pembelajaran dimulai, kencenderungan siswa merasa malas karena proses belajar di kelas hanya mendengarkan apa yang disampaikan guru dan menjawab semua yang ditanyakan oleh guru. Dengan melibatkan siswa secara aktif dalam proses belajar mengajar, metode pembelajaran TPS akan lebih menarik dan tidak monoton dibandingkan metode konvensional.
 Penerimaan terhadap individu lebih besar. Dalam model pembelajaran konvensional, siswa yang aktif di dalam kelas hanyalah siswa tertentu yang benar-benar rajin dan cepat dalam menerima materi yang disampaikan oleh guru sedangkan siswa lain hanyalah “pendengar” materi yang disampaikan oleh guru. Dengan pembelajaran TPS hal ini dapat diminimalisir sebab semua siswa akan terlibat dengan permasalahan yang diberikan oleh guru.
 Hasil belajar lebih mendalam. Parameter dalam PBM adalah hasil belajar yang diraih oleh siswa. Dengan pembelajaran TPS perkembangan hasil belajar siswa dapat diidentifikasi secara bertahap. Sehingga pada akhir pembelajaran hasil yang diperoleh siswa dapat lebih optimal.
 Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi. Sistem kerjasama yang diterapkan dalam model pembelajaran TPS menuntut siswa untuk dapat bekerja sama dalam tim, sehingga siswa dituntut untuk dapat belajar berempati, menerima pendapat orang lain atau mengakui secara sportif jika pendapatnya tidak diterima.

Kelemahan TPS (Think-Pair-Share)
 Membutuhkan koordinasi secara bersamaan dari berbagai aktivitas.
 Membutuhkan perhatian khusus dalam penggunaan ruangan kelas.
 Peralihan dari seluruh kelas ke kelompok kecil dapat menyita waktu pengajaran yang berharga. Untuk itu guru harus dapat membuat perencanaan yang seksama sehingga dapat meminimalkan jumlah waktu yang terbuang.
 Banyak kelompok yang melapor dan perlu dimonitor.
 Lebih sedikit ide yang muncul.
 Jika ada perselisihan,tidak ada penengah.
 Menggantungkan pada pasangan.
 Jumlah siswa yang ganjil berdampak pada saat pembentukan kelompok, karena ada satu siswa tidak mempunyai pasangan.
 Ketidaksesuaian antara waktu yang direncanakan dengan pelaksanaannya.
 Metode pembelajaran Think-Pair-Share belum banyak diterapkan di sekolah.
 Sangat memerlukan kemampuan dan ketrampilan guru, waktu pembelajaran berlangsung guru melakukan intervensi secara maksimal.
 Menyusun bahan ajar setiap pertemuan dengan tingkat kesulitan yang sesuai dengan taraf berfikir anak.
 Mengubah kebiasaan siswa belajar dari yang dengan cara mendengarkan ceramah diganti dengan belajar berfikir memecahkan masalah secara kelompok, hal ini merupakan kesulitan sendiri bagi siswa.
 Sangat sulit diterapkan di sekolah yang rata-rata kemampuan siswanya rendah dan waktu yang terbatas.
 Jumlah kelompok yang terbentuk banyak.
 Sejumlah siswa bingung, sebagian kehilangan rasa percaya diri, saling mengganggu antar siswa karena siswa baru tahu metode TPS.

C. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share di Kelas Rendah
Dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif Think Pair Share, ada tiga langkah yang harus dilaksanakan :
1. Langkah 1 : Berpikir (Thinking)
Guru mengajukan suatu pertanyaan atau masalah yang dikaitkan dengan pelajaran, dan meminta siswa menggunakan waktu beberapa menit untuk berpikir sendiri jawaban atau masalah. Siswa membutuhkan penjelasan bahwa berbicara atau mengerjakan bukan bagian berpikir.
2. Langkah 2 : Berpasangan (Pairing)
Selanjutnya guru meminta siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan apa yang telah mereka peroleh. Interaksi selama waktu yang disediakan dapat menyatukan jawaban suatu pertanyaan yang diajukan atau menyatukan gagasan apabila suatu masalah khusus yang diidentifikasi. Secara normal guru member waktu tidak lebih dari 4 atau 5 menit untuk berpasangan.
3. Langkah 3 : Berbagi (Sharing)
Pada langkah akhir, guru meminta pasangan-pasangan untuk berbagi dengan keseluruhan kelas yang telah mereka bicarakan. Hal ini efektif untuk berkeliling ruangan dari pasangan ke pasangan dan melanjutkan sampai sekitar sebagian pasangan mendapat kesempatan untuk melaporkan (Arends disadur Tjokrodihardjo dalam Trianto, 2007).

Berdasarkan tahapan-tahapan pembelajaran tersebut, model pembelajaran Think Pair Share dapat diterapkan di SD kelas rendah dengan bentuk masalah yang didiskusikan lebih sederhana dan sesuai dengan kemampuan anak SD kelas rendah. Penerapan model pembelajaran kooperatif Think Pair Share di kelas rendah dapat kami gambarkan sebagai berikut, sebagai contoh dalam pembelajaran IPS di kelas III SD semester 2.
Standar Kompetensi : 2. Memahami jenis pekerjaan dan penggunaan uang
Kompetensi Dasar : 2.5 Mengenal penggunaan uang sesuai dengan kebutuhan
Indikator : 2.5.1 Menjelaskan fungsi uang dalam kehidupan sehari-hari
2.5.2 Menyebutkan kebutuhan sehari-hari yang membutuhkan uang
2.5.3 Menyebutkan contoh penggunaan uang yang sesuai dengan kebutuhan
2.5.4 Menyebutkan keuntungan menabung sebagai cara untuk menghemat uang dan menggunakan uang sesuai kebutuhan.
Indikator 2.5.1 dan 2.5.2 dapat dilaksanakan dengan menggunakan metode tanya jawab dengan siswa dan menggunakan tehnik beachball pada kegiatan eksplorasi. Sedangkan indikator 2.5.3 dan 2.5.4 dapat dilaksanakan dengan model pembelajaran kooperatif Think Pair Share pada kegiatan elaborasi. Langkah-langkahnya yaitu sebagai berikut :
1. Guru memberikan contoh-contoh permasalahan sehari-hari yang berkaitan dengan penggunaan uang yang sesuai dengan kebutuhan dan yang berkaitan dengan menabung.
Contoh permasalahannya sebagai berikut :
“Ibu punya tetangga, tetangga ibu itu mempunyai dua orang anak yaitu Putu dan Made. Putu dan Made itu anak kembar, dan keduanya sekarang kelas III SD. Setiap hari Putu dan Made ke sekolah sudah dibekali nasi oleh ibunya dan juga dibekali uang masing-masing tiga ribu rupiah. Putu tidak pernah menyisakan uangnya, dia selalu menghabiskan uangnya untuk jajan dan membeli mainan yang setelah dipakai langsung dibuangnya. Berbeda dengan Made anak-anak, dia hanya membelanjakan uangnya seribu rupiah untuk membeli minum dan kadang-kadang untuk membeli alat tulis yang dia butuhkan, sedangkan sisanya yang lagi dua ribu rupiah untuk ditabung. Pada waktu kenaikan kelas dibagikan tabungan siswa, tabungan Made mencapai tiga ratus ribu rupiah anak-anak, sedangkan Putu tidak mempunyai tabungan”.
Guru memberikan pertanyaan kepada siswa :
“Anak-anak, dari cerita ibu tadi siapa yang sudah menggunakan uang sesuai kebutuhan? Dan siapa yang suka menggunakan uang untuk hal yang tidak perlu anak-anak? Yang mana yang patut ditiru anak-anak?”


2. Guru memberikan permasalahan lagi agar dipikirkan oleh siswa, sebelumnya guru sebaiknya juga menjelaskan agar tidak menjawab permasalahan tersebut, agar siswa memikirkannya terlebih dahulu. Guru perlu menjelaskan langkah-langkahnya terlebih dahulu. Contoh permasalahanny sebagai berikut:
“ Ibu mempunyai seorang keponakan anak-anak namanya Budi, Budi mempunyai uang lima puluh ribu rupiah. Dia memikirkan untuk apa uang itu, ternyata dia tidak mempunyai buku tulis dan pulpen. Dia pergi ke toko, sesampainya di toko dia mengambil sebuah pulpen dan dua buku tulis, setelah dia hitung harga semuanya sepuluh ribu rupiah. Jadi sisa uangnya masih banyak anak-anak, berapa sisanya? Ya empat puluh ribu rupiah anak-anak. Dia melihat-lihat lagi, dia melihat mobil-mobilan yang sangat bagus, dia ingin membelanjakan sisa uangnya untuk membeli mobil-mobilan itu. Tapi setelah dilihat ternyata harganya lima puluh ribu rupiah. Dia sangat ingin membeli mainan itu, tetapi dia juga membutuhkan buku dan pulpen. Budi sangat bingung, nah kalau kalian yang menjadi Budi, apa yang kalian beli anak-anak agar kalian dapat menggunakan uang sesuai kebutuhan?”
Nah anak-anak pikirkan jawabannya dan mengapa kalian memilih membeli itu! Ibu member kalian waktu 5 menit untuk memikirkannya. (Thinking)
3. Guru meminta siswa untuk membentuk pasangan dan mendiskusikanpikiran mereka masing-masing dalam pasangannya agar memperoleh satu kesepakatan atau pendapat. Guru member waktu sekitar 10 menit. (Pairing)
4. Guru menunjuk satu pasangan maju ke depan dengan permainan darat-udara-laut, setelah pasangan yang ditunjuk guru menyampaikan pendapatnya, guru meminta pasangan tersebut untuk menunjuk pasangan lain dengan permainan darat-udara-laut, sampai semua pasangan mendapat giliran. (Sharing)

Referensi :
Trianto.2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstrutivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher
Pramawati, Ni Putu Eka. 2005. Penerapan Strategi Think Pair Share dalam Pembelajaran Energi dan Usaha sebagai Upaya Mengubah Miskonsepsi dan Meningkatkan Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas VII C Semester 2 SMP Negeri 6 Singaraja Tahun Ajaran 2004/2005. Skripsi (tidak diterbitkan). Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha
Fadholi, Arif. 2009. Kelebihan & Kekurangan TPS. Artikel (tidak diterbitkan). Diakses di http://arif fadholi.wordpress.com/2009/12/23kelebihan-&-kekurangan-tps/ tgl 16 September 2010

1 comment:

Mengatasi Info GTK yang tidak Valid

Salam edukasi, Pada kesempatan ini, saya ingin berbagi pengalaman dalam mengatasi permasalahan status validasi tunjangan profesi yang tidak ...